Tugas UNP033
Ilmu Sosial dan Budaya Dasar
Tentang
“Kemajemukan dalam dinamika social dan budaya”
Diusulkan Oleh :
Kelompok 5
·
Lathif Arafat .A 2011/1102309
·
Ghea Qodri Ramadhani 2011/1102725
·
Munawira Khuzaifah 2008/01011
·
M.Khadafi 2011/1102252
·
Gusneli 2011/1102284
·
Rahmat Nuryanto .P 2010/10634
·
Zalmon Firdaus 2011/1102771
·
Aldi Chandra 2011/1102932
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012
KATA PENGANTAR
Dengan Nama Allah Yang Maha
Pengasih lagi Penyayang, salawat dan salam pada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillah dengan izin dan petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Makalah mata kuliah umum Ilmu sosial dan dasar budaya yang berjudul “Kemajemukan dalam dinamika social budaya”
Berbagai
bantuan baik moril maupun materil telah penulis terima dari berbagai pihak
dalam penulisan makalah ini, maka dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
rasa terima kasih yang sebesar-besarnya atas segala dukungan, bimbingan dan
bantuan yang sangat berarti selama penulisan makalah ini hingga dapat
diselesaikan. Izinkanlah penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan
kepada :
1.
Bpk Zulasri selaku Dosen Pembina mata kuliah umum Ilmu
sosial dan dasar budaya yang telah
memberikan ilmu pengetahuan,bimbingan, dorongan, motivasi serta petunjuk yang
sangat berharga bagi penulis dalam menyelesaikan makalah ini
2.
Rekan-rekan Mahasisiwa/i UNP yang telah berbagi
pendapat,referensi dalam hal ini.
Akhir
kata, penulis memohon maaf jika ada penulisan yang salah karena penulis adalah
manusia yang masih belajar.
Padang,Maret 2012
Penulis
Daftar Isi
Kata
Pengantar......................................................................................... 2
Daftar Isi.................................................................................................... 3
Bab I
Pendahuluan..................................................................................... 4
Latar
Belakang ................................................................................. 5
Rumusan
Masalah............................................................................ 13
Tujuan.............................................................................................. 13
Bab II Pembahasan
Kemajemukan dalam
dinamika sosial……………………………………………………………..
15
Bab III Penutup
simpulan......................................................................................... 19
Daftar
Pustaka.............................................................................................. 18
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar
Belakang
Nilai yang
terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan keempat
sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat
sistematis. Sila Persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Kesatuan
Yang Maha Esa dan Kemanusian Yang Adil dan Beradab serta mendasari dan dijiwai
sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan
Perwakilan dan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
Persatuan dalam
sila ketiga ini meliputi makna persatuan dan kesatuan dalam arti idiologis,
ekonomi, politik, sosial budaya dan keamanan. Nilai persatuan ini dikembangakan
dari pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang senasib. Nilai persatuan itu
didorong untuk mencapai kehidupan kebangsaan yang bebas dalam wadah negara yang
merdeka dan berdaulat. Perwujudan Persatuan Indonesia adalah manifestasi paham
kebangsaan yang memberi tempat bagi keberagaman budaya atau etnis yang bukannya
ditunjukkan untuk perpecahan namun semakin eratnya persatuan, solidaritas
tinggi, serta rasa bangga dan kecintaan kepada bangsa dan kebudayaan.
2. Rumusan
Masalah
Untuk membahas tentang
Persatuan Indonesia dengan mengangkat tema Kemajemukan Budaya di Indonesia
terdapat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana
hubungan antara sila ketiga Pancasila dengan keanekaragaman budaya Indonesia ?
2. Bagaimana
pengaruh budaya negara luar terhadap budaya Indonesia ?
3. Apakah
muncul konflik dengan adanya keanekaragaman budaya Indonesia?
4. Solusi
apa yang diberikan Pancasila terhadap konflik keanekaragaman budaya ?
5. Bagaimana
keadaan budaya Indonesia saat ini ?
3. Tujuan
Penulisan Laporan
Penulis dan pembaca pada khususnya dapat
menghayati dan mengamalkan sila Persatuan Indonesia ini dalam berkehidupan
berbangsa dan bernegara. Saling hormat dan menghormati dan menghargai
keberagaman disekitarnya. Meyakini bahwa semboyan Bhineka Tunggal Ika merupakan
suatu hal yang nyata dan itu pasti adanya, karena dimanapun kita tinggal,
dengan bahasa apa kita berbicara, agama apa yang kita anut, dan adat yang kita
pakai. Indonesialah bumi dimana kita berpijak, Indonesialah ibu pertiwi dan
tumpah darah, serta Indonesia negara yang harus sama-sama kita perjuangkan dan
majukan harkat dan martabatnya di mata dunia terutama di mata Tuhan Yang Maha Esa.
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan
adanya rumusan masalah yang telah disediakan, maka diuraikan jawaban dari
rumusan masalah tersebut sebagai berikut
1. Hubungan Antara Sila ke-3 Pancasila dengan
Keanekaragaman Budaya Indonesia.
Keberagaman
menjamin kehormatan antarmanusia di atas perbedaan, dari seluruh prinsip ilmu pengetahuan yang berkembang di dunia,
baik ilmu ekonomi, politik, hukum, dan sosial. Hak asasi manusia
memperoleh tempat terhormat di dunia, hak memperoleh kehidupan, kebebasan dan
kebahagiaan yang dirumuskan oleh MPR, dan ketika amandemen UUD `45, pasal 28,
ditambah menjadi 10 ayat dengan memasukkan substansi hak pencapaian tujuan di
dalam pembukaan UUD `45. Pancasila yang digali dan dirumuskan para pendiri
bangsa ini adalah sebuah rasionalitas yang telah teruji. Pancasila adalah
rasionalitas kita sebagai sebuah bangsa yang majemuk, yang multi agama, multi
bahasa, multi budaya, dan multi ras yang bernama Indonesia.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung
nilai bahwa negara adalah sebagai penjelmaan sifat kodrat manuasia monodualis
yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara adalah suatu
persekutuan hidup bersama diantara elemen-elemen yang membentuk negara yang
berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama. Oleh karena
perbedaan merupakan bawaan kodrat manusia dan juga merupakan ciri khas
elemen-elemen yang membentuk negara. Konsekuensinya negara adalah beranekaragam tetapi satu, mengikatkan diri
dalam suatu persatuan yang diliukiskan dalam Bhineka Tunggal Ika. Perbedaan
bukan untuk diruncingkan menjadi konflik dan permusuhan melainkan diarahkan
pada suatu sintesa yang saling menguntungkan yaitu persatuan dalam kehidupan
bersama untuk mewujudkan tujuan bersama.
Negara mengatasi segala paham golongan,
etnis, suku, ras, indvidu, maupun golongan agama. Mengatasi dalam arti
memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat seluruh warganya. Negara
memberikan kebebasan atas individu, golongan, suku, ras, maupun golongan agama
untuk merealisasikan seluruh potensinya dalam kehidupan bersama yang bersifat
integral. Oleh karena itu tujuan negara dirumuskan untuk melindungi segenap
warganya dan seluruh tumpah darahnya, memajukan kesejahteraan umum
(kesejahteraan seluruh warganya) mencerdaskan kehidupan warganya serta dalam
kaitannya dengan pergaulan dengan bangsa-bangsa lain di dunia untuk mewujudkan
suatu ketertiban dunia yang berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Kebinekaan yang kita miliki harus dijaga
sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang
bermartabat, yang berdiri tegak di atas moral dan etika bangsa kita sesuai
dengan keragaman budaya kita sendiri. Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat
itulah, maka berbagai hal yang mengancam kebhinekaan mesti ditolak, pada saat
yang sama segala sesuatu yang mengancam moral kebhinekaan mesti diberantas.
Karena kebhinekaan yang bermatabat di atas moral bangsa yang kuat pastilah
menjunjung eksistensi dan martabat manusia berbeda.
2. Pengaruh
Budaya Luar terhadap Budaya Indonesia.
Kebudayaan Indonesia walau beranekaragam,
namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar lainnya
seperti kebudayaan Tionghoa, kebudayaan India dan Kebudayaan Arab. Kebudayaan
India masuk dari penyebaran agama Hindu dan Budha di Nusantara jauh sebelum
Indonesia terbentuk.
Dari waktu ke waktu budaya barat semakin marak
dan diserap dengan mudah oleh masyarakat kita. Tidak peduli budaya itu merusak
ataukah tidak, namun nampaknya masyarakat kita lebih suka menghadapi
budaya-budaya luar itu daripada melestarikan budaya tanah airnya sendiri. Hal
ini harus bisa disikapi dengan seksama karena bila kebiasaan ini terus
berlangsung tanpa proses penyaringan dan pengontrolan, maka dapat dipastikan
bahwa budaya Indonesia akan hilang lenyap tinggal nama. Permasalahan ini timbul
bukan karena faktor luar, namun timbul dari diri pribadi masing-masing warga
masyarakat yang seakan malu dan menganggap kuno budayanya sendiri. Beberapa contoh
budaya asing yang sangat negatif namun telah marak di Indonesia yaitu freesex,
pengkonsomsian narkoba, dan abortus. Freesex ini bukan hanya dilakukan oleh
orang dewasa saja, namun dari golongan remajalah yang sekarang ini marak
diberikan misalnya saja kasus Itenas 1). Pengkonsomsian
narkoba dilakukan orang barat untuk merilekskan pikiran mereka dari berbagai
macam kerumitan hidup, untuk menambah stamina, semangat, dan kreatifitas saat
bekerja itupun dengan dosis aman bagi mereka. Namun di Indonesia mengkonsumsi
narkoba adalah ajang coba-coba dan cara menghilangkan stres tanpa mengetahui
kandungan zat berbahaya yang ada di dalamnya. Sehingga tidak jarang kasus
kematian, tindak kriminal dan kenakalan remaja yang disebabkan benda haram
tersebut. Kasus abortus ini sebenarnya tidak terlalu jauh hubungannya dengan
kasus freesex inilah banyak kaum wanita yang hamil di luar nikah dan karena
rasa malu kebanyakan para wanita itu melakukan aborsi. Selain dibenci oleh
Tuhan, kegiatan ini dapat mencelakai pihak wanita itu sendiri. Namun, selain
mempunyai sisi negatif budaya barat juga memnpunyai pengaruh positif pada
budaya Indonesia, misalnya dalam bidang IPTEK, pembangunan, dsb, yang tentunya
kesemuanya itu tidak terlepas dari pengawasan Pancasila sebagai paradigma
kehidupan di Indonesia 2).
Dalam penjelasan di atas jelas sekali bahwa
kebudayaan luar sangat berpengaruh pada kebudayaan Indonesia, tinggal bagaimana
cara kita menyaring dan menyeleksi budaya-budaya luar itu agar tidak merusak
budaya kita. Budaya luar yang sesuai dengan kepribadian bangsa dapat diterapkan
guna memperkaya budaya Indonesia. Sedangkan budaya luar yang tidak sesuai
hendaknya kita buang jauh-jauh agar tidak menjadi kebiasaan yang buruk di
masyarakat.
1) Untuk
lebih lengkapnya baca di dalam buku Pendidikan Pancasila Topik Aktual
Kenegaraan & Kebangsaaan susunan Margono. dkk hal 93
2) Baca pada buku susunan Margono, dkk
berjudul Pendidikan Pancasila hal 81
3. Konflik
yang Muncul Akibat Adanya Keanekaragaman Budaya Indonesia.
Kesalahan budaya sering
terjadi di Indonesia masa kini karena banyak pemimpin Indonesia menggunakan
ukuran budaya asalnya sendiri dalam menghadapi masalah-masalah di wilayah
budaya lain.
Kesalahpahaman atau konflik yang timbul
akibat adanya keanekaragaman budaya di Indonesia antara lain konflik Ambon,
Poso, Timor-Timor dan konflik Sambas.
Masyarakat Ambon misalnya, umumnya mereka adalah
kelompok masyarakat yang statis. Mereka lebih suka menjadi pegawai
negeri, menguasai lahan tempat kelahirannya, juga memiliki ladang dan pengolahan
sagu. Berbeda dengan masyarakat Bugis. Sebagai kaum pendatang yang tidak
memiliki lahan, mereka sangat dinamis dan mampu menangkap peluang dengan cepat.
Pada umumnya mereka adalah pedagang. Keadaan ini menyebabkan masyarakat Bugis
banyak menguasai bidang ekonomi di Ambon, lama kelamaan kemampuan finansial
mereka lebih besar yaitu lebih kaya. Sedangkan warga lokal (Ambon) hanya bisa
menyaksikan tanpa mampu berbuat banyak. Akibatnya, kesenjangan ini kian hari
kian bertambah dan menjadi bom waktu yang siap meledak, bahkan sudah meledak.
Sepertinya konflik Poso pun berlatar belakang hampir sama dengan konflik Ambon.
Hal sama juga terjadi di Timor-Timor. Ketika Tim-Tim masih dikuasai di
Indonesia, masyarakat Tim-Tim yang statis tidak bisa berkembang. Sedangkan
warga pendatang, yang umumnya bersuku Batak, Minang, Jawa, penguasa ini
berbagai bidang ekonomi, sehingga terjadi kecemburuan sosial. Kondisi serupa
terjadi di Sambas. Konflik yang terjadi karena suku Madura yang menguasai
sebagian besar kehidupan ekonomi setempat.
Untuk mengantisipasi konflik-konflik di masa yang
akan datang, masyarakat yang berpotensi tunggal seperti itu harus didorong
untuk ikut beradaptasi dengan masyarakat dinamis. Jadi, penyelesaian
konflik-konflik perlu cara yang spesifik bukan dengan cara kekerasan.
Pendekatan yang mungkin dilakukan adalah pendekatan budaya- politik. Pendekatan
budaya dapat dilakukan dengan menyerap dan memahami sari-sari budaya
kelomok-kelompok masyarakat yang berupa nilai-nilai yang mereka yakini,
pelihara dan pertahakan, termasuk keinginan-keinginan yang paling dasar.
Untuk menanamkan nilai-nilai budaya nasional pada
generasi penerus bangsa, instansi-instansi hendaknya menyusun kurikulum tentang
pendidikan karakter dan budi pekerti bangsa di sekolah-sekolah. Tujuannya,
untuk menjaga nilai-nilai budaya nasional dan penangkal masuknya arus
globalisasi. Pendidikan budi pekerti juga diharapkan mampu mencegah timbulnya
konflik antar suku bangsa di Indonesia melalui ketahanan budaya.
4. Keadaan
Budaya Indonesia.
Kebudayaan
Indonesia dapat didefinisikan sebagai seluruh kebudayaan Indonesia yang telah
ada sebelum terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945. Seluruh kebudayaan
tempat yang berasal daripada kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam
suku-suku. Kebudayaan tersebut telah mengikat dan mempersatukan setiap kelompok
suku bangsa Indonesia. Budaya kelompok akan tercermin dalam sikap atau
kepribadian kelompok itu. Hal ini dapat dilihat saat kebudayaan kelompok
pertama kali membentuk kita sebagai manusia yang menganut dan menghargai
nilai-nilai bersama. Dengan demikian kelompok suku bangsa akan tumbuh menjadi
manusia berbudaya dengan “kondisioning” terhadap nilai-nilai masyarakat
sekitar, melalui orang tua dan keluarga.
Di samping itu,
perlu kita ketahui bahwa alam pun ikut menentukan serta memberi ciri yang khas
terhadap corak kebudayaan. Namun
tidak sepenuhnya pengaruh lingkungan akan menimbulkan akibat yang seragam
terhadap kebudayaan. Manusia sebagai makhluk budaya tidak menggantungkan
semata-mata kepada alam, tetapi manusia bertindak sebagai gaya perombak alam
untuk digunakan bagi kepentingan hidupnya. Oleh karena itu, antara lingkungan
dan manusia saling bergantung. Demi seluruh kebutuhan langsung dan
kepentingan-kepentingan praktis, manusia tergantung dari lingkungan fisiknya.
Manusia tidak dapat hidup kalau tidak menyesuaikan diri dengan dunia
sekitarnya.
Begitu pun juga jika lingkungan itu melekat kuat
pada setiap suku bangsa, maka kebudayaan asing tidak akan berpengaruh pada
kebudayaan mereka. Sehingga masing-masing suku bangsa itu mengembangkan
corak kebudayaannya sendiri. Dalam proses pertumbuhannya, kebudayaan daerah ini
mengalami perkembangan baru, sebagai akibat hubungan yang makin luas antar
suku- suku, di samping sebagai akibat makin kendurnya ikatan-ikatan kesukuan.
Hingga saat ini bangsa Indonesia belum memiliki
identitas kebudyaan yang jelas. Selama ini, Indonesia hanya memiliki
identitas semu yang belum mantap tetapi dipaksakan seolah-seolah menjadi ciri
khas kebudayaan bangsa. Menurut James Danandjaja 3) menyebutkan,
Indonesia memiliki dua unsur kebudayaan, yaitu kebudayaan daerah dan kebudayaan
nasional. Menurutnya, unsur kebudayaan daerah yang dimiliki masing-masing
daerah dan suku bangsa di Indonesia sudah mantap, tetapi kebudayaan nasional
yang mewakili seluruh bangsa masih belum mantap.
Kebudayaan nasional
sendiri hanya memiliki dua unsur kebudayaan yang dapat dikatakan sudah mantap,
yaitu bahasa Indonesia dan Pancasila sebagai filosofi atau pandangan hidup
bangsa. Bahkan, Pancasila pun
lanjutnya hingga kini masih terus dipermasalahkan sebagai pandangan hidup
bangsa oleh beberapa pihak. Padahal, hanya filosofi Pancasila sajalah yang bisa
membuat seluruh bangsa bisa bersatu. Begitu juga menurut Yunus Melalatoa 4)
identitas bangsa Indonesia yang disebutkan dalam UUD 1945 adalah
identitas tiap-tiap etnik di seluruh Indonesia. Jadi, identitasnya bersifat
plural atau jamak.
Yang menjadi masalah sekarang ini adalah identitas
dan nilai-nilai kebudayaan masing-masing suku-suku bangsa di tiap daerah di
seluruh Indonesia sudah mulai luntur, bahakan menghilang. Padahal,
nilai-nilai kebudayaan itu berfungsi untuk mempertahankan harga diri kita,
nilai-nilai yang mulai luntur itu akan menggerogoti harga diri kita dan harga
diri bangsa sendiri.
3) Guru Besar Ilmu Antroppologi & folwor Universitas
Indonesia (UI)
4) Pakar Antropologi dan Etnografi Indonesia dari UI
Hal itu dikarenakan telah banyak budaya asing yang telah masuk bahkan ada
yang sudah mendarah daging pada budaya Indonesia. Anggapan bangsa
Indonesia saat ini, jika hanya mempertahankan nilai-nilai budaya Indonesia yang
ada, maka mereka beranggapan hal tersebut adalah budaya lama dan kurang
moderen.
Budaya asing telah berhasil membaurkan
budaya kita dengan budayanya. Demikian juga dikarenakan kurang mantapnya
kebudayaan nasional dalam mempertahankan nilai–nilai budaya. Sehingga
kebudayaan daerah yang telah dibentengi dengan adanya kebudayaan nasional kuga
ikut terpengaruh oleh budaya asing. Dalam hal ini , pancasilapun menjadi
tersangka. Karena pancasila tidak
bisa memberikan penerapan yang jelas terhadap kebudayaan nasional maupun
daerah.
Saat ini budaya Indonesia bukan saja dikatakan
sudah mulai luntur tetapi sudah sedikit banyak ada yang telah menghilang dari
kebudayaan Indonesia. Misalnya tradisi Pela Gandong di Ambon, Maluku,
yang sudah sejak dua generasi lalu tidak pernah dipraktekan tradisi yang
mengandung identitas dan nilai-nilai budaya asli orang Ambon itu, yaitu cinta
persaudaraan dan perdamaian, saat ini hanya bisa dijumpai dalam
literature-literatur buatan luar negeri, tanpa adanya prakteknya dalam
kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat Ambon.
Mungkin kita tidak menyadari bahwa kita telah
dijajah. Meskipun secara tidak terang-terangan, hal itu telah cukup
membuat bangsa kita kehilangan identitas bangsanya, sehingga ada yang sampai
terjadi perpecahan antar suku dan budaya. Penjajahan itu berupa budaya asing
yang telah campur tangan ke dalam budaya Indonesia. Padahal budaya Indonesia
merupakan salah satu bentuk kepribadian bangsa kita. Pendeknya jika bangsa
Indonesia tercerai berai maka budaya Indonesia tidak akan bisa terbentuk dan
bersatu. Begitu pula kepribadian Indonesia lama-lama akan terhapus.
5. Solusi yang Diberikan Pancasila dalam
Mengatasi Konflik
Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila
merupakan tuntunan dan pegangan dalam mengatur sikap dan perilaku manusia
Indonesia dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Nilai-nilai yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat Indonesia yang menjadi sumber moral dan
menjelma dalam wujud yang beraneka ragam kebudayaan daerah dapat dikembangkan
dalam rangka memperkaya nilai-nilai pancasila, yang merupakan nilai-nilai luhur
bangsa. Nilai-nilai tersebut adalah nilai baru yang tumbuh dalam kehidupan
bangsa Indonesia yang sedang membangun, yang sedang teruji sebagai nilai luhur
yang perlu dikembangkan. Dalam konteks pengembangan nilai-nilai dasar yang
terkandung dalam pancasila, perlu diperhatikan perubahan sikap masyarakat
terhadap nilai-nilai yang ada sebagai akibat dinamika yang terjadi dalam
kehidupan bangsa Indonesia.
Pancasila yang
digali dan dirumuskan para pendiri bangsa ini adalah sebuah rasionalitas kita
sebagai bangsa majemuk, multi agama, multi bahasa, multi budaya, dan multi ras,
yang bergambar dalam Bhineka Tunggal Ika. Kebinekaan Indonesia harus dijaga
sebaik mungkin. Kebhinekaan yang kita inginkan adalah kebhinekaan yang
bermartabat. Untuk menjaga kebhinekaan yang bermartabat itulah, maka berbagai
hal yang mengancam kebinekaan harus ditolak. Namun dengan kebhinekaan tersebut
hingga saat ini bangsa Indonesia belum memiliki identitas kebudayaan yang
jelas. Selama ini Indonesia hanya memiliki identitas semu yang belum mantap
tetapi dipaksakan seolah-olah menjadi ciri khas kebudayaan. Hal inilah yang mengakibatkan
peselisihan dan menimbulkan konflik.
D idalam pancasila
terdapat nilai-nilai yang digunakan bangsa Indonesia sebagai landasan serta
motivasi atas segala perbuatan baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam
kehidupan kenegaraan. Nilai-nilai tersebut selalu dapat memberikan solusi atas
masalah yang terjadi dalam negara Indonesia kususnya masalah kemajemukan.
Nilai-nilai luhur pancasila tersebut tertuang dalam setiap butir-butir
pancasila
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Telah kita ketahui bersama bahwa bangsa Indonesia
adalah bangsa yang memiliki banyak ragam budaya yang berbeda-beda dari setiap
suku daerah yang berbeda pula. Perbedaan itu sendiri justru memberikan
kontribusi yang cukup besar pada citra bangsa Indonesia. Kebudayaan dari
tiap-tiap suku daerah inilah yang menjadi penyokong dari terciptanya budaya
nasional Indonesia.
Identitas budaya nasional kita saat ini memang
belum jelas selain hanya bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan Pancasila
sebagai filosofi atau pandangan hidup bangsa.
Selain itu, perbedaan juga akan menyulut
terjadinya sebuah konflik jika para pelakunya tidak dapat mengendalikan emosi
mereka masing-masing. Lingkungan dan masyarakat sangatlah menentukan bagaimana
sebuah kebudayaan itu tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat itu sendiri.
Manusia sebagai pelaku dan pencipta kebudayaan mengatur perkembangan budaya,
dan budaya sebagai fenomena sosial citapaan manusia mendidik manusia itu
sendiri untuk mengerti dan memahami tentang keadaan sosial masyarakatnya.
itulah yang disebut dengan dialektika atau saling ketergantungan antara manusia
dengan kebudayaan.
Ancaman lain yang turut serta datang dan
membahayakan kebudayaan bangsa adalah budaya asing yang terbawa dalam arus
globalisasi. Kebudayaan dalam konteks Nasional saja masih bisa berbeda, apalagi
kebudayaan yang datang dari luar konteks tersebut, jelas sangat berbeda.
Seiring dengan berjalannya waktu, manusia akan mengikuti budaya yang sedang
marak dan mulai melupakan budaya nenek moyang mereka, walaupun pada hakikatnya manusia
tidak dapat bebas dari budayanya sendiri.
Jika kita melihat bangsa Indonesia pada masa lalu,
maka yang ada di benak kita adalah sebuah pertanyaan ’mengapa bagsa Indonesia
dapat menunjukkan kesatuaannya saat itu dan sekarang tidak?’. Hal itu terjadi
karena seluruh komponen masyarakat mengalami nasib yang, yaitu dalam masa
penjajahan. Sekarang, rasa persatuan tersebut hanya dapat kita lihat dalam
beberapa kejadian saja di mana seluruh komponen masyarakat Indonesia kembali
merasa senasib, sepenanggungan, dan seperjuangan. Dalam permainan sepak bola
misalnya. Baik masyarakat Jawa, Batak, Minang, Sunda, dan masyarakat budaya
Indonesia lainnya akan mendukung tim sepak bola Indonesia dengan rasa
kesatuannya, yaitu Indonesia, bukan Bugis, Madura atau suku-suku lainnya.
Dengan kata lain, kebudayaan Nasional Indonesia
tidak bisa hanya diukur dengan salah satu budaya daerah saja. Kepemimpinan
menurut suku Jawa akan berbeda dengan kepemimpinan menurut suku Asmat dan juga
suku yang lainnya. Kebudayaan Nasional Indonesia harusnya bersifat umum yang
bisa diikuti oleh semua suku-suku bangsa Indonesia, dan bukan menggunakan
budaya di mana pusat pemerintahan itu dijalankan. Pusat hanya menjadi
fasilitator, bukan educator. Hal inilah yang dibutuhkan bangsa Indonesia
dalam membentuk kebudayaan Nasionalnya.
2.
Saran
Nilai-nilai dan identitas kebudayaan daerah yang
menjadi citra bangsa, yang juga merupakan sebagai alat untuk mempertahankan
harga diri bangsa ini mulai luntur. Masyarakat mulai enggan mengenali budaya
nenek moyang mereka. Padahal, sebagaimana yang telah tertulis di atas, bahwa
kebudayaan daerah adalah dasar dari kebudayaan nasional.
Oleh karena itu, demi terbentuknya kebudayaan
Nasional yang benar-benar dapat menyatukan kembali seluruh komponen budaya
bangsa, perlu kita mempelajari dan mengenal lebih dalam lagi tentang sejarah
dan warisan-warisn budaya kita, dan juga demi mencari jati diri yang bhineka
itu.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Darji, Darmodiharjo. 1989.
Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Malang: Lab. Pancasila IKIP
Malang.
Jamal, D. 1984. Pokok-
Pokok Bahasa Pancasila.Bandung : Remaja Karya CV Bandung.
Kaelan, 2004. Pendidikan
Pancasila. Yogyakarta : Paradigma Yogyakarta
Laboratorium Pancasila IKIP
Malang. 1972. Pokok-Pokok Pembahasan Pancasila Dasar Filsafat Negara
Republik Indonesia. Malang : Lembaga Penerbitan IKIP Malang.
Margono, dkk. 2002.
Pendidikan Pancasila Topik Aktual Kenegaraan dan Kebangsaan. Malang
: UM
Situs
Internet
·
www.westpapua.net
·
www.wikipedia.org
·
www.kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar